Para biksu tersebut merupakan peserta International Thudong 2025, ziarah Buddha yang dimulai pada tanggal 6 Februari di Sanam Luang di Bangkok.
Indonesia, Suarathailand- Tiga puluh enam biksu Thailand tiba di Candi Borobudur pada hari Sabtu, menandai puncak ziarah spiritual yang membentang lebih dari 2.500 kilometer dengan berjalan kaki dari Thailand ke Indonesia dalam rangka merayakan Hari Waisak.
Para biksu tersebut merupakan peserta International Thudong 2025, ziarah Buddha yang dimulai pada tanggal 6 Februari di Sanam Luang di Bangkok.
Perjalanan mereka membawa mereka melintasi empat negara — Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia — sebelum berakhir di Candi Borobudur yang megah, situs Warisan Dunia Unesco dan candi Buddha Mahayana terbesar di dunia, yang terletak di Jawa Tengah.
Supriyadi, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha di Kementerian Agama Indonesia, mengatakan ini menandai tahun ketiga penyelenggaraan Thudong Internasional, setelah edisi perdananya pada tahun 2023 dan 2024.
Para biksu memasuki Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim melalui kota Batam pada tanggal 16 April, naik pesawat ke Jakarta dan melanjutkan perjalanan menuju Borobudur. Kedatangan mereka di gerbang candi pada pukul 16.20 pada hari Sabtu disambut dengan hangat.
Orang-orang dari berbagai agama, termasuk Muslim dan Kristen, berkumpul untuk mempersembahkan bunga dan bergabung dalam meditasi damai, yang melambangkan kerukunan antaragama dan solidaritas spiritual.
Gugun Gumilar, Staf Khusus Menteri Agama, mengatakan pemerintah Indonesia akan memastikan keselamatan para biksu selama mereka tinggal.
Berbicara kepada pers setelah melakukan doa di stupa utama, Phra Khru Wichai, seorang biksu senior berusia 53 tahun dari Wat Khao Phiseu Thongkham di provinsi Phetchabun, mengungkapkan emosi yang mendalam.
"Meskipun ini pertama kalinya saya mengunjungi Borobudur dan Indonesia, rasanya seperti pulang ke rumah. Melihat patung Buddha di stupa utama seperti menemukan bagian yang hilang dalam hidup saya."
Ia merenungkan kekuatan spiritual candi tersebut, dengan mengatakan: "Setiap batu bata yang membentuk candi ini merupakan bukti iman kolektif orang-orang, yang bersatu untuk membangun sesuatu yang luar biasa."
Ketika ditanya tentang keberagaman agama di Indonesia, Phra Khru Wichai memuji keharmonisan negara tersebut.
"Meskipun ada perbedaan dalam agama dan bahasa, semua orang memiliki aspirasi yang sama — perdamaian melalui toleransi. Ini benar-benar persatuan dalam keberagaman. Baik Buddha, Kristen, atau Muslim, kita adalah satu komunitas."
Ia mengatakan bahwa meskipun umat Buddha merupakan minoritas di Indonesia, jumlah mereka masih signifikan karena populasi negara tersebut yang besar, dan menyatakan optimisme tentang pertumbuhan agama Buddha di wilayah tersebut.
Merefleksikan makna ziarah yang lebih luas, terutama saat Thailand dan Indonesia merayakan 75 tahun hubungan diplomatik, ia mengatakan agama dapat menjadi jembatan antara negara-negara.
Ia berbagi momen selama perjalanan ketika para pendeta diundang untuk berdialog dengan seorang pendeta Katolik tak lama setelah paus baru terpilih di Vatikan.
“Kami berbicara tentang bagaimana agama-agama yang berbeda dari berbagai negara dapat bersatu untuk menumbuhkan perdamaian, keharmonisan, dan rasa saling menghormati,” katanya.
“Thudong ini lebih dari sekadar perjalanan. Ini adalah cahaya spiritual yang membimbing kita untuk bekerja sama lintas agama guna membawa perdamaian ke dunia yang terpecah belah,” katanya.