Konflik Thailand-Kamboja Memburuk, Thailand Kumpulkan 93 Diplomat dari 68 Negara

Ranjau darat yang baru ditanam Kamboja, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.


Bangkok, Suarathailand- Kementerian Luar Negeri Thailand mengumpulkan para diplomat dan atase militer asing untuk membahas situasi yang sedang berlangsung di perbatasan Thailand-Kamboja pada hari Rabu, menekankan surat protes resmi juga telah dikirimkan kepada kedutaan besar Kamboja.

Pertemuan yang dihadiri oleh 93 diplomat dari 68 negara dan Uni Eropa ini tidak dihadiri oleh perwakilan dari kedutaan besar Kamboja, meskipun ada undangan resmi dari Kementerian.

Juru bicara Kementerian, Nikorndej Balankura, memberikan rincian pengarahan tersebut, yang merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memberi tahu komunitas diplomatik tentang posisi Thailand terkait masalah perbatasan.

Nikorndej menjelaskan pengarahan tersebut menyusul pengarahan serupa yang diadakan oleh Angkatan Darat Kerajaan Thailand dengan atase militer pada 21 Juli, di mana rincian diberikan mengenai ledakan yang melukai tiga tentara di Provinsi Ubon Ratchathani saat berpatroli di dekat perbatasan.

Kementerian Luar Negeri, bersama dengan instansi terkait, termasuk Pusat Operasi Khusus untuk Manajemen Situasi Perbatasan Thailand-Kamboja (SOC-TCBSM), telah mengonfirmasi temuannya dan mengeluarkan beberapa pernyataan terkait masalah ini.

Di awal pertemuan, Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri Eksiri Pintaruchi menguraikan tujuan sesi tersebut, menekankan sesi ini dimaksudkan untuk memberikan informasi terkini kepada para diplomat dan atase militer mengenai situasi terkini, khususnya terkait ranjau darat. 

Thailand menegaskan kembali komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini secara damai melalui negosiasi bilateral.

Laksamana Muda Surasan Kongsiri, juru bicara SOC-TCBSM, menegaskan kembali fakta-fakta seputar insiden tersebut, dengan menekankan bahwa ledakan tersebut terjadi di wilayah kedaulatan Thailand.

Jenderal Saksit Sangchanintra, Direktur Pusat Aksi Ranjau Thailand (TMAC), menegaskan kembali peran Pusat, khususnya berdasarkan Konvensi Ottawa 1997, yang melarang penggunaan, produksi, dan pemindahan ranjau darat.

Ia mengonfirmasi ranjau darat yang dimaksud adalah milik Kamboja dan meminta Kamboja untuk bekerja sama dalam penyingkiran alat peledak dan penyelidikan insiden tersebut.

Pinsuda Jayanama, Direktur Jenderal Departemen Organisasi Internasional, menegaskan kembali kewajiban Thailand berdasarkan Konvensi Ottawa, dan menegaskan kembali protes Thailand terhadap Kamboja setelah pengumpulan bukti dari lokasi kejadian.

Nikorndej juga mengungkapkan  Sekretaris Tetap menguraikan lima poin penting kepada para diplomat yang berkumpul. Thailand mengonfirmasi bahwa investigasi oleh instansi terkait tidak menemukan penggunaan ranjau darat di dalam gudang persenjataan militer Thailand. 

Ranjau darat yang baru ditanam Kamboja, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

Pemerintah Thailand mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran nyata terhadap kedaulatan Thailand dan hukum internasional, khususnya Konvensi Ottawa.

Setelah pengumpulan bukti, pada 23 Juli, Kementerian Luar Negeri secara resmi mengajukan protes kepada Duta Besar Kamboja di Thailand atas pelanggaran kedaulatan dan kegagalan Kamboja untuk mematuhi Konvensi Ottawa.

Kementerian juga meminta Kamboja untuk bertanggung jawab, memberikan kompensasi kepada para korban, dan memindahkan persenjataan yang tidak meledak sesuai dengan perjanjian sebelumnya.

Lebih lanjut, Duta Besar Thailand untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa mengirimkan surat kepada Ketua pertemuan Negara-Negara Pihak Konvensi Ottawa, yang sejalan dengan isi surat protes yang dikirimkan kepada kedutaan Kamboja.

Nikorndej menambahkan bahwa, sebagai anggota masyarakat internasional yang bertanggung jawab, Thailand memiliki kewajiban untuk melaporkan pelanggaran Kamboja terhadap Konvensi Ottawa.

Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri menegaskan kembali posisi pemerintah Thailand yang tetap sejalan dengan hukum internasional. Negara ini tetap terbuka untuk melanjutkan dialog dengan Kamboja melalui mekanisme bilateral yang ada yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah ini secara damai.

Nikorndej melanjutkan dengan menjelaskan bahwa Menteri Luar Negeri Maris Sangiampongsa saat ini sedang mengunjungi Amerika Serikat untuk berpartisipasi dalam Forum Politik Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan 2025 (HLPF2025) di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.theNation


Share: