600 Ribu Restoran di Thailand Tutup, Industri Restoran Berada di Tengah Krisis

Penutupan dipicu kombinasi perlambatan ekonomi, persaingan ketat, kenaikan biaya, dan melemahnya belanja konsumen.

>Pemilik restoran di Thailand diminta mengubah model bisnis agar dapat bertahan.

>Restoran berbintang Michelin juga ikut mengalami penurunan pendapatan hingga 40%.


Bangkok, Suarathailand- Industri restoran Thailand tengah berjuang menghadapi krisis yang parah. Lebih dari 600.000 tempat usaha telah tutup dalam tiga tahun terakhir.

Penutupan tersebut terutama disebabkan oleh kombinasi perlambatan ekonomi, persaingan yang ketat, kenaikan biaya, dan melemahnya belanja konsumen.

Thaniwan Kulmongkol, presiden Asosiasi Restoran Thailand, menyoroti kebutuhan mendesak bagi pemilik restoran untuk mengubah model bisnis mereka agar dapat bertahan dalam lanskap yang penuh tantangan.

Contoh utamanya adalah jaringan restoran shabu-suki besar yang dulunya sangat sukses, kini berjuang melawan persaingan ketat dari tempat usaha yang lebih baru dan lebih terjangkau yang lebih mampu memenuhi permintaan konsumen.

Situasi ini menjadi sangat mengkhawatirkan bagi restoran yang lebih besar dan yang bergantung pada pertemuan sosial seperti pesta pensiun. Pemesanan untuk acara semacam itu telah menurun secara signifikan, yang menyebabkan penurunan pendapatan yang substansial.

Bahkan restoran kelas atas dan peraih penghargaan, termasuk yang berbintang Michelin, mengalami penurunan pendapatan hingga 40%. Hal ini memaksa banyak orang untuk menggunakan modal pribadi agar bisnis mereka tetap berjalan.

TTB Analytics memproyeksikan pasar restoran di Thailand secara keseluruhan bernilai 669 miliar baht (Rp308 triliun) pada tahun 2024, menunjukkan potensi di tengah persaingan yang ketat.

Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan dalam tujuh bulan pertama tahun 2023, terjadi peningkatan sebesar 11,27% dalam pendirian dan pembubaran bisnis restoran dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Petugas lini Wongnai melaporkan bahwa lebih dari 100.000 restoran baru dibuka pada tahun lalu, peningkatan sebesar 13,6%, sehingga jumlah total restoran di Thailand menjadi 680.190. Namun, sekitar 50% restoran tutup dalam enam bulan pertama.

Meskipun daya beli secara keseluruhan menurun, masyarakat Thailand masih mempertahankan kebiasaan makan di luar, khususnya individu kelas pekerja yang menghargai pengalaman bersantap yang nyaman. Namun, tekanan ekonomi telah menyebabkan konsumen memilih opsi yang lebih terjangkau.

Untuk mengatasi krisis saat ini, Thaniwan mendesak pemilik restoran untuk menggunakan teknologi, seperti pemasaran daring, manajemen inventaris, dan pemesanan daring. Membedakan diri melalui penawaran makanan yang unik atau suasana yang menarik juga penting untuk menarik pelanggan.

Pengendalian biaya yang efektif dan pemahaman yang mendalam tentang perilaku konsumen sangat penting untuk mengembangkan produk dan layanan yang sesuai dengan pasar.

Meskipun masa depan industri restoran menghadirkan tantangan yang signifikan, Thaniwan tetap optimis tentang prospek jangka panjangnya, didorong oleh kebiasaan konsumsi makanan dari 60 juta penduduk Thailand dan masuknya wisatawan asing.

Ke depannya, industri restoran diperkirakan akan mengalami perubahan signifikan, termasuk:

1. Bahan-bahan alternatif: Makanan nabati, berbasis serangga, dan hasil laboratorium

2. Kemasan berkelanjutan: Mengurangi dampak lingkungan

3. Inovasi bertenaga AI: Menu yang dipersonalisasi dan layanan lainnya

4. Pengiriman dan bawa pulang: Melayani perubahan gaya hidup konsumen.

Meskipun menghadapi tantangan saat ini, industri restoran di Thailand tetap tangguh, didukung oleh populasi negara tersebut yang mencapai 60 juta dan masuknya wisatawan yang ingin mencicipi masakan Thailand.

Thaniwan percaya bahwa pengusaha yang dapat beradaptasi dan berinovasi akan memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan peluang dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan di pasar yang dinamis ini.

Share: