Ketua Komisi I DPRA, Azhari Cagee bersama Ketua Fraksi PA, Iskandar Usman Al-Farlaky menyambut delegasi Thailand di gedung DPRA, Senin (10/9/2018) pagi.
Kunjungan tim delegasi Thailand yang diwakili oleh King Prajadhipok's Institute Thailand itu dalam rangka mempelajarai proses rekonsiliasi konflik dan perdamaian Aceh.
Tim yang beranggotakan 47 orang itu melakukan pertemuan di gedung utama DPRA sekitar satu jam.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekira satu jam lebih itu, para delegasi mengulik beberapa hal terkait proses perdamaian antara Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang terjadi beberapa tahun lalu.
Salah satu delegasi menyebutkan, bahwa saat ini di negara mereka, tepatnya di Thailand Selatan masih terjadi konflik.
Oleh sebab itu, mereka sengaja memilih Aceh untuk studi kenegaraan, guna mempelajari proses perdamaian di Aceh dan berharap bisa diimplementasikan pihak yang bertikai di negera mereka.
Di hadapan para delegasi Thailand, Ketua Komisi I, Azhari Cagee menceritakan banyak hal terkait proses perdamaian dan penyelesaian konflik bersenjata di Aceh.
"Pertama terjadi perundingan di Jenewa, tapi gagal. Kemudian dilanjutkan di Tokyo pada tahun 2002, juga gagal. Lalu lahir darurat militer tahun 2003," kata Azhari Cagee.
Azhari menceritakan, keinginan kedua pihak untuk berdamai sangat kuat meski gagal dalam perundingan yang telah dilakukan, karena tidak tercapainya kesepakatan-kesepakatan.
"Darurat militer dimulai dari tahun 2003 dan baru berakhir pada 26 Desember 2004 saat musibah tsunami meluluhlantakkan Aceh," katanya.
Barulah kemudian, kesepakatan damai terwujud. Azhari menjelaskan, bahwa Pemerintah Indonesia dan GAM saat itu sepakat berdamai, tujuannya untuk membangun Aceh yang telah porak-poranda.
"Di situlah terajut kesepakatan dengan perjanjian-perjanjain kedua pihak. Kemudian perjanjian itu direalisasi dalam bentuk undang-undang (UUPA) dan qanun-qanun," katanya.
Azhari juga menjelaskan, bahwa salah satu perjanjian adalah para mantan kombatan GAM bersama masyarakat Aceh lainnya dibolehkan mendirikan partai lokal.
Saya dan beberapa orang lainnya duduk di DPRA ini berkat perjanjian damai tersebut. Kemudian ada juga wewenangan yang diberikan untuk Aceh, termasuk hasil alam," jelasnya.
Para delegasi yang hadir merupakan pihak-pihak profesional di Thailand, seperti perwakilan militer, perwakilan LSM, penyelenggara pemilu, dan pihak pemerintah lainnya. Selain ke Aceh, para delegasi juga akan berkunjung ke Yogyakarta. (serambi)