Prabowo Deteksi Sejumlah Aksi Protes Mengarah pada Pengkhianatan dan Terorisme


Jakarta, Suarathailand- Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, pada hari Minggu, mengatakan beberapa aksi dalam demonstrasi yang telah menyebar di seluruh negeri dalam beberapa hari terakhir merupakan pengkhianatan dan terorisme.

"Hak untuk berkumpul secara damai harus dihormati dan dilindungi. Namun, kita tidak dapat menyangkal bahwa ada indikasi tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan cenderung mengarah pada pengkhianatan dan terorisme," ujarnya dalam pidato di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Rekaman viral sebuah van taktis yang menabrak seorang pengemudi pengiriman muda di ibu kota Indonesia sebelum melindasnya telah memicu kembali kemarahan terhadap kepolisian yang telah lama dikenal karena taktiknya yang keras.

Tujuh petugas di dalam van tersebut ditahan karena melanggar kode etik kepolisian dalam protes terhadap upah rendah dan tunjangan keuangan bagi anggota parlemen, sementara presiden berjanji akan melakukan penyelidikan.

Namun, protes telah meletus di seluruh negeri atas insiden tersebut, yang merupakan kasus terbaru dari serangkaian kasus di mana pasukan polisi militer Indonesia -- Korps Brigade Mobil, atau Brimob -- dituduh bereaksi berlebihan hingga mengakibatkan kematian warga sipil.

“Brimob sebenarnya adalah pasukan polisi militeristik dengan persenjataan berat mereka sendiri. Secara historis, Brimob digunakan untuk menangani gerakan bersenjata, tetapi selama dekade terakhir lebih sering ditugaskan untuk menangani protes jalanan,” kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch.

Oleh karena itu, unit tersebut “sering menggunakan kekuatan berlebihan ketika menangani protes jalanan, awalnya di tempat-tempat seperti Papua Barat, tetapi belakangan ini juga di Jakarta dan wilayah perkotaan lainnya,” tambahnya.

Brimob berawal dari era penjajahan Jepang ketika dibentuk sebagai pasukan polisi khusus, sebelum diubah menjadi unit paramiliter pasca-kemerdekaan yang digunakan untuk memadamkan pemberontakan internal.

Sejak itu, Brimob telah menghancurkan kelompok-kelompok ekstremis radikal dan menjadi jangkar perjuangan berdarah pemerintah melawan separatis di Papua, Aceh, dan Timor Timur.

Unit ini sekarang secara efektif bertindak sebagai pasukan operasi khusus kepolisian Indonesia dan pengaruhnya semakin besar setelah jatuhnya diktator militer Suharto pada akhir 1990-an.

Sejak terpilihnya Presiden Joko Widodo pada tahun 2014 dan naiknya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk menggantikannya tahun lalu, kepolisian nasional telah didanai dengan sangat besar untuk memiliterisasi dirinya.

Dan unit Brimob-nya sejak itu telah digunakan untuk menghancurkan lawan pemerintah dan bahkan membela kepentingan finansial seperti perkebunan dan operasi pertambangan, kata para aktivis dan pakar.

“Mereka terlibat dalam beberapa protes massa besar-besaran untuk melakukan fungsi pengendalian massa,” kata Dimas Bagus Arya, koordinator organisasi hak asasi manusia KontraS.

“Mereka memiliki kredo yang sama dengan militer, yaitu membunuh atau dibunuh.”

Ia mengatakan Brimob telah dikerahkan di Papua yang bergolak, di mana pemberontakan di dataran rendah masih bergemuruh, dalam operasi gabungan dengan militer, di mana Prabowo pernah menjabat sebagai komandan pasukan khusus.

Kepolisian Republik Indonesia tidak segera menanggapi permintaan komentar dari AFP.


Bencana Stadion

Meskipun protes bermula dari kondisi ekonomi, kemarahan yang mendalam terhadap polisi telah muncul di jalan-jalan Indonesia dalam beberapa hari terakhir dan memperparah kerusuhan.

Pada Sabtu malam, sebuah markas polisi dibakar di kota Surabaya, Jawa Timur, dengan kata-kata makian yang ditujukan kepada polisi yang disemprotkan di jalan.

Kemarahan tersebut berasal dari insiden-insiden sebelumnya yang diyakini masyarakat tidak adil.

Pada tahun 2022, sebuah insiden penyerbuan stadion di Jawa Timur menewaskan lebih dari 130 orang setelah polisi menembakkan gas air mata ke tribun penonton setelah beberapa suporter menyerbu lapangan.

Kerusuhan itu merupakan salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah sepak bola.

Hanya beberapa petugas yang ditahan dan semuanya menerima hukuman ringan.

Pada tahun 2019, setidaknya 10 pengunjuk rasa dibunuh secara tidak sah dalam kerusuhan pasca-pemilu, sebagian besar dengan tembakan, dalam kasus-kasus yang tidak diadili, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia.

"Ini bukan hanya karena satu pengemudi tertabrak, tetapi ini adalah akumulasi dari semua masalah kepolisian," ujar Ardi Manto Adiputra, direktur kelompok hak asasi manusia Imparsial, kepada AFP. Al-Arabiya



"

Share: