Masyarakat Multikultural di Kota Pattani Thailand Selatan

Di Pattani pada setiap pagi hari, sejumlah umat Buddha berdiri menunggu di rumah mereka untuk memberi sedekah kepada seorang biksu tua. Sang biksu kemudian datang untuk menerima sedekah sambil ditemani seorang pria muslim naik sepeda. Peristiwa tersebut menunjukkan kehidupan harmonis antar umat beragama di Pattani.

Sang biksu yang bernama Phra Verajittathammo atau Luang Tawira (75 tahuan) mengatakan setiap pagi ia pergi ke kota menumpang sepeda Pa’ju Samo untuk menerima sedekah dari umat Buddha. Pa’ju adalah seorang muslim generasi ketiga yang membantu dan menemarinya menerima sedekah setiap pagi. Sebelumnya ada kakak Pa’ju bernama Using (79 tahun) dan Wae Ma (68 tahun) yang menemani menerima sedekah tiap pagi.

"Pagi hari setelah selesai Salat Subuh dan sarapan, saya selalu menyempatkan waktu menjemput Biksu Phra dan berangkat bersama menuju arah yang sama.  Saya menemani Biksu dan membantunya karena saya sadar kita harus saling membantu. Saya adalah generasi ketiga yang harus melanjutkan tugas kakak saya membantu Bikus Phra. Saya sangat senang bisa membantu Biksu  Phra,” kata Pa’ju.

Meskipun mayoritas rakyat Thailand beranggapan Provinsi perbatasan selatan sangat berbahaya karena rawan konflik, namun masyarakat Thailand Selatan masih hidup normal setiap hari. Mereka meninggalkan rumah untuk bekerja, berdagang, keluar masuk untuk berbelanja dan berjualan. 

Selain itu para  nelayan masih mencari ikan, anak-anak masih bermain, orang-orang masih menjalankan aktivitas normal seperti rakyat di provinsi lain di Thailand.

Pattani adalah salah satu dari tiga provinsi di perbatasan selatan yang dekat dengan Malaysia selain Yala dan Narathiwat. Pattani memiliki luas sekitar 1.940 kilometer persegi, terdiri dari 12 kabupaten dengan populasi sekitar 70 ribu orang, 80 persen  di antaranya adalah warga Muslim.


Share: