Kemenkes Terbitkan Edaran Kewaspadaan pada Cacar Monyet

Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi. Bisa juga melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu mengimbau publik mewaspadai penularan monkeypox atau cacar monyet. Imbauan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor: HK.02.02/C/2752/2022 tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Monkeypox Di Negara Non Endemis yang diteken 26 Mei 2022.

"Surat Edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus monkeypox," kata Maxi melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu, 28 Mei 2022.

Maxi mengatakan penyakit tersebut dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2-4 minggu. Namun, bisa berkembang menjadi berat dan bahkan menimbulkan kematian.

Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi. Bisa juga melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut.

Sejak 13 Mei 2022, kata Maxi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima laporan kasus monkeypox yang berasal dari negara non endemis. Saat ini telah meluas ke tiga regional WHO, yaitu regional Eropa, Amerika, dan Western Pacific.

"Berdasarkan data WHO per tanggal 21 Mei 2022, negara non endemis yang telah melaporkan kasus meliputi Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris, dan Amerika," terang Maxi.


Langkah kewaspadaan

Maxi mengimbau seluruh unsur terkait melakukan antisipasi dan pemantauan perkembangan kasus monkeypox tingkat global. Salah satunya lewat kanal resmi seperti https://infeksiemerging.kemkes.go.id.

Dia meminta pemantauan penemuan kasus sesuai definisi operasional penyakit monkeypox berdasarkan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 21 Mei 2022. Gejala yang ditimbulkan dari pasien suspek penyakit tersebut, yaitu ruam akut yang tidak bisa dijelaskan pada negara non endemis.

Lalu, diikuti dengan gejala lain seperti sakit kepala, demam akut dengan suhu di atas 38,5 derajat celsius, dan Limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening. Kemudian, gejala nyeri otot atau Myalgia, sakit punggung, dan asthenia atau kelemahan tubuh.

Dinas Kesehatan tingkat provinsi hingga kabupaten/kota diminta menindaklanjuti temuan kasus dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Kemudian, melakukan investigasi temuan 1x24 jam. (kemenkes, antara)

Share: