Ilmuwan Thailand Temukan Bukti Polusi Bahan Bakar Fosil di Antartika

Antartika, benua terbesar kelima dan memiliki luas 14 juta kilometer persegi, adalah harta karun global. Komunitas internasional telah berkomitmen untuk melestarikan lingkungan yang masih alami.

Ilmuwan Thailand telah menemukan bukti adanya polusi bahan bakar fosil di tanah Antartika. Hal ini mendorong seruan untuk mengambil tindakan yang lebih ketat untuk melindungi lingkungan paling murni di dunia.

Sebuah tim peneliti yang memanfaatkan teknik mikrospektroskopi SR-FTIR mutakhir di Thai Synchrotron National Lab di Nakhon Ratchasima, menemukan sampel sedimen yang dikumpulkan dari lima lokasi di Pulau King George.

Siwatt Pongpiachan, yang memimpin Pusat Penelitian dan Pengembangan Pencegahan & Manajemen Bencana dan juga bagian dari tim peneliti, menjelaskan teknik tersebut dapat membedakan zat organik dan non-organik serta mengidentifikasi ikatan kimia di dalam sedimen.

Hal ini memungkinkan tim untuk menjaga integritas sampel untuk analisis lebih lanjut sambil mencapai hasil yang sangat akurat.

“Hasil penelitian kami menunjukkan hingga 44% komposisi tanah terdiri dari senyawa organik yang berasal dari bahan bakar fosil yang digunakan untuk menghasilkan listrik, serta jejak kabut asap mesin.”

Sebagai perbandingan, hanya seperempat komposisi tanah yang disebabkan oleh senyawa organik yang berasal dari kotoran penguin dan tumbuhan yang membusuk, seperti lumut, pakis, dan lumut.

Tingkat kontaminasi tertinggi terdapat di kawasan pemukiman manusia, seperti pusat penelitian dan bandara.

“Kami berharap temuan ini akan menggarisbawahi perlunya tindakan yang tepat untuk mengendalikan aktivitas pembakaran bahan bakar fosil. Tujuan kami adalah menjaga pulau ini tetap bersih dan bebas dari segala bentuk kontaminasi polusi.”

Tim Siwatt adalah bagian dari Ekspedisi Penelitian Antartika Nasional Tiongkok (CHINARE) ke-34, sebuah eksplorasi ilmiah tahunan di Antartika.

Pada tahun 2016, Siwatt adalah bagian dari eksplorasi CHINARE ke-32, berfokus pada analisis dampak perubahan iklim terhadap lanskap es Kutub Selatan. Proyek ini diprakarsai oleh Putri Sirindhorn yang memiliki hubungan dekat dengan Administrasi Arktik dan Antartika Tiongkok (CAA).

Antartika, benua terbesar kelima dan memiliki luas 14 juta kilometer persegi, adalah harta karun global. Komunitas internasional telah berkomitmen untuk melestarikan lingkungan yang masih alami, membatasi aktivitas manusia hanya untuk tujuan penelitian. (thaiger)

Share: