Lanskap e-commerce Thailand tengah mengalami transformasi, ditandai dengan persaingan ketat dari platform internasional dan meningkatnya kehadiran bisnis Tiongkok.
Pakar industri memperingatkan potensi krisis bagi usaha kecil dan menengah (UKM) lokal.
Bangkok, Suarathailnd- Pawoot Pongvitayapanu, CEO Pay Solutions dan tokoh terkemuka di sektor e-commerce Thailand, mengungkapkan bahwa platform asing kini menguasai dua pertiga pasar Thailand.
UKM Thailand semakin bergantung pada platform Shopee dan Lazada, yang menguasai pangsa pasar sebesar 79%. Sementara itu, TikTok dengan cepat memperluas pengaruhnya, memberi tekanan pada pesaing yang sudah mapan.
"Kami menyaksikan perambahan," kata Pawoot. "Mayoritas platform yang beroperasi di Thailand dimiliki asing. Dengan persaingan yang terbatas, mereka memegang kendali yang cukup besar."
Lingkungan monopoli ini merampas akses pedagang Thailand ke data pelanggan yang penting dan menghambat kemampuan mereka untuk membangun hubungan langsung dengan pelanggan. Akibatnya, platform-platform besar dapat menaikkan biaya sesuka hati, dengan pengawasan pemerintah yang terbatas.
Masuknya barang-barang Tiongkok memperburuk situasi, memaksa pengecer daring Thailand terlibat dalam perang harga yang sengit karena dominasi platform-platform ini.
-Biaya yang meningkat dan daya tawar yang menurun-
Menurut laporan "E-commerce di Asia Tenggara 2024" oleh konsultan Momentum Works yang berbasis di Singapura, pasar e-commerce Thailand bernilai sekitar 680 miliar baht. Pangsa pasar didominasi oleh Shopee (49%), Lazada (30%), dan TikTok Shop (21%).
Pawoot menyoroti taktik predator yang digunakan oleh platform-platform asing, yang melibatkan investasi pasar yang substansial.
"Awalnya, mereka menawarkan voucher diskon dan pengiriman gratis, sementara mengizinkan pedagang untuk berjualan tanpa biaya layanan apa pun. Hal ini mengakibatkan kerugian tahunan hingga miliaran. Kerugian yang berkelanjutan seperti itu tidak dapat ditanggung oleh bisnis-bisnis Thailand, yang memaksa banyak dari mereka untuk keluar dari pasar," katanya.
Ketergantungan yang besar pada platform asing ini telah membuat para pengusaha Thailand tidak memiliki daya tawar sama sekali, sehingga mereka terpaksa menerima persyaratan yang tidak menguntungkan.
"Biaya layanan yang dulunya tidak ada, telah meningkat secara bertahap. Beberapa penjual kini menghadapi biaya sebesar 7-10%, tanpa alternatif. Dengan hanya tiga pemain utama, tampaknya ada upaya terkoordinasi untuk menaikkan harga," ungkapnya.
Lebih jauh lagi, para pedagang dibebani dengan biaya platform yang tinggi yang menggerogoti keuntungan, situasi yang sebagian besar tidak terkendali oleh badan-badan regulator. Persaingan harga yang ketat memaksa para penjual untuk terlibat dalam "perang harga" dan kegiatan promosi, yang pada akhirnya mengurangi keuntungan dan mengancam keberlanjutan jangka panjang.
Akses ke data pelanggan tetap menjadi tantangan yang signifikan. Platform asing sering kali membatasi akses data, sehingga menghambat kemampuan pedagang untuk memahami perilaku pelanggan dan mengembangkan strategi pemasaran yang efektif.
Sementara itu, platform Thailand tertinggal dari rekan-rekan asing mereka dalam hal investasi dalam teknologi inovatif, seperti kecerdasan buatan (AI), otomatisasi, dan platform data pelanggan (CDP).
Kesenjangan teknologi ini, ditambah dengan kurangnya tenaga profesional pemasaran digital yang terampil, menghambat daya saing jangka panjang.
-Masuknya bisnis Tiongkok secara agresif ke pasar Thailand-
Masuknya bisnis Tiongkok secara agresif ke pasar Thailand, baik daring maupun luring, menghadirkan tantangan besar lainnya. Masuknya barang-barang asing di bawah standar, khususnya melalui pasar daring, terus menjadi perhatian.
Meskipun lembaga pemerintah, seperti Kantor Dewan Perlindungan Konsumen (OCPB), telah mengadakan diskusi dengan penyedia platform, solusi konkret belum muncul.
"Terjadi pemalsuan nomor-nomor dari Institut Standar Industri Thailand [TISI] dan Badan Pengawas Obat dan Makanan [FDA] secara meluas, sehingga barang-barang di bawah standar tampak bersertifikat. Platform berjuang untuk memverifikasi nomor-nomor ini," kata Pawoot.
Namun, pasar barang-barang Tiongkok terus berkembang, beralih dari produk-produk murah dan berkualitas rendah menjadi barang-barang berkualitas tinggi yang diimpor secara legal. Meningkatnya persaingan di Tiongkok mendorong merek-merek berkualitas untuk berekspansi secara internasional.
Medan pertempuran e-commerce saat ini dicirikan oleh tiga pemain utama: platform asing yang dominan, penjual yang bersaing (baik dari Thailand maupun asing), dan barang-barang Tiongkok yang ditawarkan dengan harga yang jauh lebih rendah.
-Pertanyaan tentang manfaat investasi asing-
Pawoot mempertanyakan manfaat sebenarnya dari investasi asing di Thailand, khususnya mengenai investasi di kawasan ekonomi khusus dan yang dipromosikan oleh Dewan Investasi (BOI).
"Seberapa besar keuntungan yang diperoleh Thailand dari investasi asing? Apakah kita menerima 100% manfaatnya? Banyak pabrik milik asing mempekerjakan lebih sedikit pekerja Thailand dari yang diharapkan. Beberapa perusahaan Tiongkok mendatangkan mesin dan robot mereka sendiri, sehingga mengakibatkan minimnya lapangan kerja lokal," katanya.
Ia mengutip contoh tarif AS untuk panel surya dari Thailand, yang diketahui berasal dari perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Thailand dan mendapatkan keuntungan dari hak istimewa pajak Thailand.
"Beberapa perusahaan telah beroperasi di sini selama 6-7 tahun, menghasilkan pendapatan besar, tetapi tidak membayar pajak. Apa manfaat sebenarnya bagi Thailand?"
Pawoot juga mengkritik fokus pemerintah dalam menarik raksasa teknologi global untuk membangun pusat data di Thailand, dengan alasan bahwa manfaatnya mungkin dilebih-lebihkan.
"Apakah kita benar-benar diuntungkan? Sebagai pebisnis Thailand, ketika saya membayar layanan pusat data, uangnya masuk ke Google Singapura atau AWS di AS. Di mana keuntungan bagi Thailand?"
Ia mendesak pemerintah untuk mengevaluasi nilai sebenarnya dari investasi asing dan menerapkan langkah-langkah untuk memaksimalkan keuntungan, seperti lapangan kerja lokal wajib dan pencatatan pendapatan untuk tujuan pajak.
-Pajak e-commerce: Adil atau memberatkan?-
Penegakan pemungutan PPN dari toko daring oleh Departemen Pendapatan menambah tantangan yang dihadapi oleh pengusaha Thailand, khususnya usaha kecil.
Pawoot menunjuk kelonggaran awal Departemen Bea Cukai dalam mengendalikan masuknya barang-barang di bawah standar sebagai faktor penyebabnya. Meskipun inspeksi telah meningkat, masalah tetap ada.
Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa pemungutan pajak yang adil dapat menciptakan lapangan bermain yang setara, khususnya karena Departemen Pendapatan mulai mengumpulkan data penjualan dari platform utama.
Mengenai dukungan pemerintah, Pawoot percaya bahwa meskipun upaya telah dilakukan, upaya tersebut belum efektif. Ia menyoroti proyek "Detektif Kapital Abu-abu", yang memungkinkan warga melaporkan aktivitas bisnis ilegal, sebagai langkah ke arah yang benar.
Masalah yang paling sering dilaporkan adalah orang asing yang menggunakan proxy untuk menjalankan bisnis di Thailand, terutama di tempat-tempat wisata populer seperti Phuket dan Pattaya.